Selasa, 04 September 2012

SARJANA PENDIDIKAN DIPERLUKAN PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) UNTUK BISA MENGAJAR

Bagi calon guru SD yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi (PT) dengan mengambil program studi pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). PPG merupakan cara bagi seluruh sarjana di Indonesia untuk menjadi guru. Dalam pendidikan ini, termasuk para calon guru SD akan ditempa selama kurang lebih satu tahun. PPG dilaksanakan di perguruan tinggi yang telah ditunjuk oleh Kemendikbud atau lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). PPG yang merupakan rintisan yang diklaim bisa menjamin kompetensi guru ke depannya. Perekrutan peserta PPG disusun dengan khusus. Setelah para kandidat dinyatakan lolos prasyarat akademik, mereka ditempatkan di asrama untuk mengasah kompetensi sosial dan kepribadiannya. Seperti yang dikatakan Mendikbud, M. Nuh, "Setiap sarjana itu boleh menjadi guru, tapi dia harus mengikuti PPG yang lebih mengedepankan aspek pedagogik, aspek sosial dan kepribadiannya". Bagi mahasiswa yang lulus PPG akan langsung menerima sertifikat professional. Kemendikbud juga menyediakan beasiswa bagi mahasiswa (peserta) sampai mereka mendapatkan sertifikasi. Nantinya seorang yg bergelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) belum boleh mengajar kalau belum lulus PPG. "Kita juga berikan beasiswa sampai mereka mendapatkan sertifikasi. Sehingga saat lulus nanti bukan hanya bergelar Sarjana Pendidikan (SPd), tapi benar-benar sudah jadi seorang guru. Karena SPd belum boleh mengajar kalau belum lulus PPG," kata M Nuh (Kompas, 27/8/2012). PPG tahun 2012 ini akan diikuti oleh sekitar 2.600 calon guru. Berdasarkan Kepmendiknas 126/P/2010 tanggal 25 Oktober 2010, di setiap provinsi telah ditetapkan perguruan tinggi yang berhak menyelenggarakan PPG dengan program studi yang juga telah ditetapkan. Salah satu program studi yang tersedia dalam PPG antara lain PGSD. Berikut daftar perguruan tinggi penyelenggara PPG program studi PGSD dan PAUD. Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2012/08/daftar-perguruan-tinggi-penyelenggara-ppg.html#ixzz25VPdTSFI

Sabtu, 01 September 2012

SYARAT DAN CARA PENDAFTARAN PPG DALAM JABATAN

Syarat dan Cara Pendaftaran PPG Dalam Jabatan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan merupakan salah satu paket sertifikasi guru selain portofolio dan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Sebab, kedua jalur sertifikasi tersebut akan berakhir tahun 2015. Untuk menjadi mahasiswa (peserta) PPG dalam jabatan harus direkomendasikan oleh kepala sekolah masing-masing dan diverifikasi dinas pendidikan kabupaten/kota yang bersangkutan. Berikut syarat dan cara pendaftaran (mekanisme) PPG: PESYARATAN PESERTA PPG 1.Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi, kecuali Program Studi PGSD dan PGPAUD. 2.Mengajar di satuan pendidikan di bawah binaan Kementerian Pendidikan Nasional. 3.Guru PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) atau guru yang dipekerjakan (DPK) pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. 4.Guru bukan PNS yang berstatus guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan negeri yang memiliki Surat Keputusan dari Pemda. 5.Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 6.Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun. 7.Bersedia mengikuti pendidikan sesuai dengan peraturan yang ada dan mendapatkan ijin belajar dari Kepala sekolah dan Pemda. 8.Memiliki surat keterangan berbadan sehat dari dokter. 9.Memiliki surat keterangan bebas napza (narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya) dari instansi yang berwenang.
SISTEM REKRUITMEN PESERTA PPG Seleksi administrasi oleh Dinas Pendidikan. Calon peserta PPG mendaftar ke Diknas Pendidikan kabopaten/kota dengan menyerahkan dokumen sebagai berikut: 1.Formulir pendaftaran peserta PPG (Format P1). 2.Foto kopi ijazah S-1/D-IV yang sudah dilegalisasi oleh perguruan tinggi asal atau Kopertis untuk lulusan PTS yang sudah tidak beroperasi. 3.Foto kopi SK pengangkatan sebagai PNS bagi guru PNS, SK GTY atau SK dari Pemda bagi guru bukan PNS. 4.Foto kopi SK pengangkatan sebagai guru bukan PNS (guru tetap pada satuan pendidikan tempat yang bersangkutan mengajar) dari KS dan/atau yayasan. 5.Surat pernyataan kesediaan mengikuti pendidikan dan meninggalkan tugas mengajar yang ditandatangani oleh yang bersangkutan dan KS 6.Surat persetujuan/ijin dari KS dan diketahui Disdik. 7.Surat keterangan berbadan sehat dari dokter. 8.Surat keterangan bebas napza dari instansi yang berwenang. Seleksi akademik oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara/LPTK 1. LPTK melakukan verifikasi dokumen yang dikirim oleh dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota. 2. LPTK melakukan seleksi akademik menggunakan tes dan non tes: •Tes penguasaan bidang studi (sesuai dengan program PPG yang akan diikuti). •Tes kemampuan bahasa Inggris. •Tes potensi akademik. •Penelusuran minat dan bakat melalui wawancara dan observasi kinerja. 3. LPTK menetapkan hasil seleksi sesuai dengan kuota dan melaporkan ke Dit Diktendik Ditjen Dikti dan BPSDMP & PMP.
Pendidikan Profesi Guru (PPG) ini diselesaikan dalam waktu 2 semester dengan biaya sekitar Rp 12.000.000. Kurikulum PPG berisi program workshop pengemasan materi bidang studi untuk pembelajaran yang mendidik (Subject Specific Pedagogy) dan disertai pemantapan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi akademik bidang studi, serta PPL kependidikan. Proporsi beban belajar (SKS) untuk workshop SSP: PPL = 60 : 40 JAROT WALUYO Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2012/08/syarat-dan-cara-pendaftaran-ppg-dalam.html#ixzz25DPcpAUz

MEMBUAT MEMBACA LEBIH MENYENANGKAN UNTUK ANAK

Membuat Membaca Lebih Menyenangkan untuk Anak
Menumbuh minat membaca untuk anak-anak usia awal terkadang tidaklah mudah. Membaca sebagai salah satu kegiatan berbahasa perlu ditanamkan anak sejak dini. Menumbuhkan minat baca kepada anak tidak hanya dengan memberikannya bertumpuk-tumpuk buku kepadanya. Tetapi diperlukan kiat-kiat agar anak bisa terdorong keinginannya untuk membaca. Membuat suasana membaca yang menyenangkan, anak akan senang menjalani aktivitas ini. Membaca dengan suara keras dapat menimbulkan kegembiraan, bukan hanya bagi guru atau orangtua, tetapi seluruh anggota keluarga. 
Ini beberapa tips dikutip dari kompas yang bisa kita terapkan untuk mengajarkan membaca bagi anak: 
  1. Bacalah dengan sedikit "drama" dan penuh keceriaan. Gunakan suara yang berbeda untuk karakter yang berbeda dari sebuah cerita. Gunakan nama anak sebagai nama salah satu karakter. Buatlah seolah-olah seperti boneka tangan dan gunakan mereka untuk memperagakan cerita-cerita yang kita bacakan. 
  2. Bacalah berulang-ulang cerita yang disukai anak sebanyak yang mereka inginkan. Pilih buku dari pengarang yang memang ceritanya bisa dinikmati oleh anak. 
  3. Baca cerita dengan mengulang bagian-bagian tertentu dan merangsang anak untuk turut bergabung dalam cerita tersebut. 
  4. Tunjukkan pada mereka kata-kata atau bagian yang tengah kita baca. Cara ini akan membantu anak terhubung dengan kata-kata yang mereka dengar dengan apa yang kita katakan dan apa yang ada di dalam buku. 
  5. Baca apa saja, misalnya, cerita, puisi, buku informasi, artikel di majalah dan surat kabar, serta komik. 
  6. Mintalah kepada anggota keluarga atau teman-teman kita untuk memberikan buku sebagai hadiah. 
  7. Ajaklah anak ke perpustakaan dan menonton CD interaktif dan internet, sesering kita mengajaknya membaca buku. 
  8. Berikan anak untuk berlangganan majalah yang sesuai. Mereka pasti akan senang saat kiriman majalah tiba! 

 Dengan membuat suasana yang menyenangkan, anak akan terbiasa dengan kegiatan membaca yang menyenangkan pula. Dengan rajin membaca, akan membantu anak untuk membuka pengetahuan-pengetahuan baru. Tentu juga akan semakin pintar. 
Sumber:http://www.sekolahdasar.net/2012/08/membuat-membaca-lebih-menyenangkan.html#ixzz25DEnMpm1

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI SEKOLAH DASAR

Implementasi Pembelajaran Kontekstual di Sekolah Dasar 
       Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas didasarkan pada komponen-komponen utama dalam pembelajaran kontekstual. Nurhadi (2004: 31) menyatakan tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual, yaitu: 
  1. konstruktivisme, 
  2. bertanya, 
  3. menemukan, 
  4. masyarakat belajar, 
  5. pemodelan, 
  6. refleksi, 
  7. dan penilaian sebenarnya. 
     Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Penerapan komponen konstruktivisme dapat dilakukan dengan mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna jika bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan menkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya. Hal ini mendorong guru untuk mengajar dengan cara konstriktivistik. Brooks dalam Nurhadi (2004: 40) menyatakan bahwa cirri-ciri guru yang telah mengajar secara konstruktivistik sebagai berikut.
  • Guru adalah salah satu dari berbagai macam sumber belajar, bukan satu-satunya sumber belajar. 
  • Guru membawa siswa masuk kedalam pengalaman-pengalaman yang menentang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka. 
  • Guru membiarkan mereka berpikir setelah mereka disuguhi berbagai beragam pertanyaan dari guru. 
  • Guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi satu sama lain. • Guru menggunakan istilah-istilah kognitif seperti: klasifikasikan, analisislah, dan ciptakanlah ketika merancang tugas-tugas. 
  • Guru membiarkan siswa bekerja secara otonom dan berinisiatif sendiri. 
  • Guru menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama dengan bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi. 
  • Guru tidak memisahkan antara tahap pengetahuan dari proses menemukan. 
  • Guru mengusahakan siswa dapat mengkomunikasikan pemahaman mereka karena dengan begitu mereka benar-banar sudah belajar. 
    Penerapan komponen menemukan menjadi inti dari kegiatan pembelajaran yang berbasis kontekstual. Melalui proses menemukan sendiri, siswa tidak hanya menghafal konsep-konsep IPA tetapi mereka menemukan sendiri konsep tersebut, sehingga pembelajaran kontekstual akan memberikan kebermaknaan belajar pada siswa. Nurhadi (2004: 43) menyatakan bahwa kegiatan menemukan sebenarnya adalah sebuah siklus. Siklus ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu: 
   (1)  merumuskan masalah, 
   (2)  mengumpulkam data melalui observasi, 
   (3) menganalisis dan menyajikan data dalam tulisan, gambar, laporan bagan, tebel dan karya                      lainnya,   
   (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens              yang lain. 

     Penerapan komponen bertanya didalam kelas perlu dilakukan. Komponen bertanya merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran kontekstual. Bertanya merupakan suatu strategi yang dapat digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Pertanyaan tersebut merangsang siswa untuk berfikir, berdiskusi, dan berspekulatif. Bagi guru, pertanyaan dapat digunakan guru untuk merangsang siswa berfikir, mengevaluasi belajar, memulai pengajaran, memperjelas gagasan dan meyakinkan apa yang diketahui siswa. Belajar dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, serta mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Dapat disimpulkan bahwa, bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran konseptual dan aspek penting dalam pembelajaran.  
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang berkaitan dengan komponen bertanya antara lain: 
    (1) penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya, 
    (2) konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab, 
   (3) dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi             baik kelompok maupun kelas, dan 
  (4) bertanya bagi siswa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya dalam pembelajaran yang produktif berguna sebagai berikut: 
  (1)  menggali informasi, 
 (2) mengecek pemahaman siswa, 
 (3) membangkitkan respons siswa, 
 (4) mengetahui kadar keingintahuan siswa, 
 (5) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, 
 (6) memfokuskan perhatian siswa agar sesuai yang dikehendaki guru, 
 (7) membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan 
 (8) menyegarkan pengetahuan siswa. 

  Penerapan komponen masyarakat belajar dapat dilaksanakan dengan menciptakan kegiatan pembelajaran berkelompok. Pembelajaran kontekstual membimbing siswa belajar secara berkelompok yang di dalamnya terjadi proses berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain. Siswa dapat bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri. Hasil belajar dari penerapan komponen ini adalah dapat diperoleh pertukaran pendapat antar teman, kelompok, dan antara yang tahu atau mengerti kepada yang tidak tahu atau mengerti. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotannya heterogen dengan jumlah yang bervariasi sangat mendukung komponen masyarakat belajar atau learning community. Nurhadi (2004: 47) menyatakan bahwa komponen masyarakat belajar dapat diwujudkan dalam pembelajaran dengan: 
(1) belajar dalam pasangan, 
(2) pembentukan kelompok kecil, 
(3) pembentukan kelompok besar, 
(4) mendatang-kan ahli ke dalam kelas seperti: montir, dokter, dan petani, 
(5) bekerja kelompok dengan kelas sederajat, 
(6) bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, 
(7) bekerja dengan sekolah diatasnya, dan 
(8) bekerja dengan masyarakat. 

       Istiqomah, Lailatul (2009: 32) menyatakan prinsip-prinsip pembelajaran masyarakat belajar yaitu: 
(1) hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau tukar pikiran dengan pihak lain, 
(2) tukar pendapat terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi, 
(3) tukar pendapat terjadi apabila ada komunikasi dua atau multi arah, 
(4) masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat didalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain, dan 
(5) yang terlibat dadlam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar. 
    Pemodelan berarti dalam kegiatan belajar mengajar ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Pemodelan pada dasarnya membahaskan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan, bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, menunjukkan hasil karya, mempertonto suatu penampilan, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Cara pembelajaran seperti ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya. Dalam pembelajaran konsektual guru bukan satu-satunya model. Model dapat berupa siswa sendiri atau seseorang yang dianggap memiliki kemampuan lebih pada suatu materi tertentu. 
      Refleksi merupakan cara berfikir tentang apa yang telah dipelajari. Refleksi juga merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima oleh siswa. Pengetahuan baru tersebut kemudian ditelaah dan direspon oleh siswa. Sehingga melalui kegiatan refleksi, siswa dapat menghubungkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, refleksi merupakan pemikiran atau perenungan kembali apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan. Siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran seperti itu penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. Nurhadi (2004: 51) menyatakan realisasi kegiatan refleksi dapat berupa: 
 (1) pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu, 
 (2) catatan atau jurnal di buku siswa, 
 (3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, 
 (4) diskusi dan hasil karya, 
 (5) cara-cara lain yang ditempuh guru untuk mengarahkan siswa kepada pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari. 
       Penilaian yang sebenarnya atau authentic assessment merupakan penilaian yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual. Authentic assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian authentic diarahkan pada proses mengamati, menganalisa, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan hanya pada hasil pembelajaran. Nurhadi (2004: 52) menyebutkan beberapa ciri dari penilaian authentic assessment sebagai berikut:
 (1) harus mengukur semua aspek pembelajaran yaitu proses, kinerja dan produk, 
 (2) dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung, 
 (3) menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber, 
 (4) tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian, 
 (5) tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa             yang nyata setiap hari, mereka harus menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka                    lakukan setiap hari, dan 
 (6) penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa bukan keluasannya atau kuantitasnya. 
    Istiqomah, Lailatul (2009: 33) menyebutukan prinsip-prinsip penilaian autentik dalam pembelajaran sebagai berikut: 
(1) penilaian autentik bukan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa, 
(2) penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil, 
(3) guru menjadi penilai yang konstruktif yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks,
(4) penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian sendiri atau self assessment dan penilaian sesame atau peer assessment, dan
 (5) penilaian dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis kesulitan belajar. 
 
Sumber:http://www.sekolahdasar.net/2011/06/implementasi-pembelajaran-kontekstual.html#ixzz25DD51kOY